Cerpen Karangan Jimmy Blog's
Berikut ini adalah sebuah kisah sebagaimana tertulis dalam buku Diaryku. Pada suatu hari di bulan November tahun 2007, tepatnya hari Jum’at. Cuacanya pun cerah dan tidak nampak sedikitpun awan yang menutupi langit yang biru. Hari ini adalah hari dimana hari akan berbeda dari sebelumnya. Awalnya, kisah cinta seorang sahabatku yang bernama Muhamad Rochmad atau di panggil Rochmad, dengan seorang wanita yang bernama Uminah. Uminah ini adalah saudara sepupuku yang bekerja di rumahku. Kisah ini bermula ketika, pada malam harinya Rochmad mengungkapkan perasaannya kepadaku, bahwa dia mencintai Uminah.
Saat itu pula sekitar jam 18.50 sebelum Adzan Isya, Rochmad menelponku, dengan nada yang aneh, lain dari biasanya.
“Kos, lo kesini dong! Gue mau ngomong sama lo!” Tanya Rochmad ketika menelponku.“Mau ngomong apaan? Kayaknya penting nich!”
“Mmm… jangan-jangan PR disekolah, ye???” jawabku.
“Udah!!! Pokoknya lo kesini aje???” jawab Rochmad sambil mengakhiri dengan berkata,
“Udah dulu, ye?”.
Saat itu pula telpon terputus. Tapi tiba-tiba perasaanku berubah menjadi aneh, hati gelisa, jantung berdegup kencang, dll. Entah pertanda apa ini. Lalu Adzan Isya berkumandang, segera aku mengambil air wudhu, dan melaksanakan shalat Isya. Setelah selesai shalat, aku langsung menuju rumah Rochmad, sambil merenung,
”Apa yang akan dibicarakan Rochmad, ya?” terbayang suatu gambaran pasti tidak beres.
***
“Rochmad, Rochmad.” Setelah sampai didepan rumahnya, aku langsung memanggilnya. Lalu Rochmad muncul dari dalam,menyuruh aku masuk kerumahnya. Rochmad mengajak aku, ke lantai atas rumahnya. Kami berdua duduk di bangku, yang terbuat dari bambu, dan langit pun dihiasi bintang-bintang yang berhamburan ditemani oleh bulan yang memancar dengan indahnya. Beberapa menit kemudian, Rochmad angkat bicara. Dengan perasaan ragu dan mungkin waktunya tidak tepat, dia memberanikan diri.
“Kos, gue mau ngomong sama lo!!! Tapi gue malu ngomongnya.” Jawab Rochmad dengan nada tersipu malu.
“Ngomong aja kali? Nggak usah malu-malu.” Aku menjawab pertanyaan Rochmad. Sejenak Rochmad terdiam, dan semenit kemudian Rochmad berkata,
“Kos, sebenarnya gue suka sama, Uum?” Tanya Rochmad kepadaku dengan wajah atau ekspresi yang aneh. Lalu aku terkejut mendengar pengakuan Rochmad suka sama Uum.
“Haaa!!!”
“Apa gue nggak salah denger nich? Lo suka sama Uum?”
“Gue juga nggak tahu? Apakah gue suka sama Uum apa nggak? Tapi semenjak gue kenal dia, gue ada rasa-rasa suka sama, Dia?” Rochmad berkata lagi.
Aku terdiam beberapa menit. Aku tidak menyangka, dugaanku selama ini ternyata terjadi. Langit pun semakin gelap dan lampu penerangan ditempat kami duduk sudah mulai redup.
“Berarti benar ya, Mad? Dugaan gue selama ini. Lo suka sama Uum! Tapi kenapa lo bilang, gue cocok sama Uum? Padahal gue hanya temanan sama dia doang, kok!” tanyaku sambil mengangkat alis, seperti orang yang mengerti saja. Lalu Rochmad hanya diam dan diam. Dan disaat itu pula aku, menceritakan Uum bagaimana sifatnya dan kelakuannya. Dia hanya bisa tersenyum dibalik kegelapan malam dan membayangkan Rochmad sedang bersamanya.
***
Pagi ini aku bangun lebih awal. Adzan shubuh terdengar, ketika aku sedang memakai baju. Ini adalah hari Sabtu, tanggal 24 November 2007. selesai berpakaian aku shalat Jama’ah dengan Uum. Hari yang akan cerah di tahun 2007. Setelah shalat, makan, merapikan buku aku berangkat ke sekolah.
Sesampainya disekolah, bel berbunyi. Dan Aku masuk. Guru pun ikutan masuk. Hari ini pelajaran Bahasa Indonesia. Gururnya pak Abduh. Guru yang aneh, suka mengejek tapi disuruh jangan mengejek. Materinya membuat pidato, tapi aku belum pernah membuat pidato, jadinya salah semua. Sungguh memalukan. Dua jam telah berlalu. Mata pelajaran pun diganti dengan mata pelajaran PLKJ. Mencatat dari Bab 1 dan 3. Ya? Lumayan bagi seorang pelajar biar sukses.
Pada saat aku, sedang mencatat. Aku terlalu capek. Jadinya aku ngelitikin Rochmad yang sedang nulis. Lalu Rochmad marah, sampai membalas ngelitikin. Tiba-tiba, terdengar suara dispeaker kantor, “Anak-anak hari ini kalian belajar dirumah? Karena hari ini guru-guru akan rapat. Mohon semua guru memulangkan muridnya.” Berbicara seorang guru dispeaker. “Horeeeee….!!!” Teriak beberapa murid yang berada dikelas IX-E, yaitu kelas ku.
Selepas pulang sekolah Aku, Anto, dan Rochmad berencana ingin meminjam bola basket untuk kesenayan minggu besok. Minjamnya sama Yuli, Friends Me. Tapi saat dikunjungi rumah Yuli, dianya tidak ada, jadinya pada pulang kerumah masing-masing. Di saat waktu menunjukkan pukul 13.00 tepat, didepan rumahku terdengar suara yang memanggilku.
“Engkos, Engkos..!”. saat aku lihat ternyata Rochmad dan Rahman, Best Friends Me. Rahman mengenakan kaos bola merah, sedangkan Rochmad kaos biru muda. Di samping itulah tawa dan canda ada. Dan itu pun tidak akan terlupakan. Pada saat kami bercanda-canda Anto memanggilku. Dia hanya ingin meminjam Mp3, lalu pulang.
Aku, Uum, Mbak Idah, Rochmad, Rahman duduk di depan teras atas. Kami tertawa-tawa, sampai Rahman ngiler, disaat tertawa terbahak-bahak.
“Man, lo ngiler, ye?” tanyaku sambil menahan tawa.
“Hehehe!” jawab Rahman tertawa cekekekkan.
Di samping itu Aku lihat Uum sedang memandang Rochmad, sejak pertama tertawa keluar dari mulut Rahman.
“Ya? Jelas. Wong Rochmadnya diam saja, toh!”
“Hehehehe”. Jawabku dalam hati. Dan malamnya Aku main kerumah Rochmad. Yang datang juga yang tadi siang. Rahman, dan Anto. Kami tertawa-tawa lagi, seperti orang gila. Yang selalu tertawa tanpa mengenal waktu.
***
Sepanjang hari di bulan November. Rochmad selalu aku ceritakan sifat Uum. Sampai Aku bosan mengulang suatu peristiwa yang sudah terjadi. Tapi tetap saja Rochmadnya tidak pernah bosan. Hari demi hari sudah terlewati. Tanggal 29 November 2007. Aku menjadi gila dan setres. Karena membohongi guru dan teman-temanku. Aku minta izin ke guru piket. Tapi guru piket itu tidak tahu, bahwa aku akan kabur dari rumah. Aku tidak tahu kenapa aku nekat dan memberanikan diri berbohong kepada guru. Tapi, semenjak aku kabur dari rumah, Uum dan Mbak Idah kerumah Rochmad terus. Sampai orang tuaku marah-marah. Hari yang special kali? Buat Rochmad.
“Huuuuuuuuuuu” mungkin hari ini Rochmad sedang berbahagia, dengan wanita pujaannya. Rochmad itu benar-benar gila. Aku pernah melihat dari raut wajahnya pucat, mungkin Rochmad begadang dan tidak bisa tidur nyenyak. Ohhhh! Malangnya nasib sahabatku. Dia terlalu menggilai seorang wanita pujaannya, sampai rela berkorban untuknya.
Bulan November telah berlalu. Kini saatnya berganti ke bulan Desember, dengan cerita yang baru dan benar-benar setia. Hari selasa, tanggal 4. hari aneh buat Rochmad. Sepulang sekolah, terdengar suara yang memanggil diriku, yang sedang bermain game.
“Engkos, Engkos” ternyata Rochmad yang memanggilku.
“Ada apaan, Mad?” tanyaku.
“Kos, anterin gue beli buah yuk? Di Benhil.” Jawab Rochmad yang pada saat itu mengenakan kaos hijau.
“Mang, buat siapa?” tanyaku lagi.
“Ya! Buat Uum lah!” jawabnya.
“ Tapi gue, belum shalat Dzuhur? Lo mau nungguin gue?”
“Ya, udah!”.
Saat aku membuka kran diatas untuk berwudhu, Aku berpikir,
“Tumben sekali, Rochmad mau membelikan buah, untuk Uum.” Tanyaku dalam hati. Sehabis shalat, aku bergegas turun menemui Rochmad.
Setengah jalan belalu, dan kami berhenti ditempat orang yang berjualan martabak keliling. Saat itu Rochmad sedang lapar, jadinya beli martabak dulu, untuk mengisi perutnya. Aku ditawari martabak tidak mau, oleh Rochmad. Setelah itu kembali jalan. Dijalan pun? Kami ngobrol-ngobrol. Sejam kemudian, akhirnya kami sampai didepan pintu Alfamart. Rochmad memilih buah, tapi dia juga membutuhkan pilihan yang tepat dariku. Lalu aku bilang,
“Mad, buahnya jangan banyak-banyak! Mang duit lo cukup apa?” Aku Tanya.
“Gue bawa duit Rp50.000” jawabnya. Akhirnya Rochmad membeli buah apel dan pir, dengan total harga Rp31.000. Rochmad pun merasa senang bercampur dengan rasa grogi. Karena dia harus memberinya kepada Uum. Dijalan pun dia kebingungan. Lantas dia Tanya kepada Aku,
“Kos, mendingan buahnya lo yang kasih, ya?” katanya sambil menyuguhkan sebuah kantong plastic yang didalamnya terdapat buah.
“Kok gue sih! Kan lo yang beli bukan gue. Seharusnya elo?”
“Iya? Gue tahu! Tapi gue malu.”
“Malu apanya? Pasti dia senang kok! Gue jamin deh?” lalu sejenak Rochmad terdiam. Bagaimana ya? Cara memberinya? Menurut dugaanku.
Dijalan kami melihat bangku panjang. Kami istirahat sejenak. Lalu aku mendapat ide.
“Mad? Gimana kalau buahnya gue pegang dulu? Setelah itu baru lo? Disaat Uumnya lagi berada sama lo!”
“Boleh, tuh!” jawab Rochmad sambil tersenyum. Dan meninggalkan tempat duduk. Sesampainya di sekolah SD Al-Abrar, Rochmad membeli pangsit atau mie ayam. Rochmad tawarin aku, tapi Aku tidak mau. Hari yang sama seperti mimpiku di bulan puasa. Sehabis makan, dilanjutkan perjalanan terakhir menuju rumahku. Sesampainya didepan rumahku, Rochmad menarik tanganku.
“Kos, lo aje yang kasih buahnya?” kata Rochmad dengan nada gemetar. Lalu aku paksa, agar dikemudian hari tidak menyesal. Aku masuk duluan dan disusul dengan Rochmad dari belakang. Rochmad menunggu dikamarku. Dan aku bangunin Uum, tapi dianya sedang sakit kepala. Jadinya dibangunin pun susah. Tapi Mbak Idah yang membangunkannya.
Beberapa menit kemudian Uum bangun, sambil memegang kepalanya yang sedang pusing. Rochmad angkat bicara,
“Um? Nih Aku bawain buah buat kamu.” Kata Rochmad dengan nada tersipu malu saat memberinya Uum buah. Lalu Uum bilang,
“Aduh….! Omad nggak usah ngerepotin. Aku juga agak mendingan?” jawab Uum.
“Udah biarin aje? Kata Rochmad lagi. Selang beberapa menit berbicara, mereka berdua aku tinggal dikamarku. Entah apa yang mereka bicarakan. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, Rochmad berpamitan untuk pulang, sama Aku lalu Uum. Entah berapa menit semenjak Rochmad pulang, telepon rumahku berdering. Saat aku lihat no.nya, ternyata Rochmad telepon. Lalu aku menyuruh Uum yang angkat.
“Udah dimakan belum buahnya?” Tanya Rochmad sewaktu menelpon.
“Udah!!!” jawab Uum sambil mengeluarkan lidahnya.
Tanda orang bohong. Tapi pada akhirnya Rochmad senang dan Uminah pun begitu.
***
Keesokan harinya merupakan hari yang benar-benar tidak terduga. Selepas pulang sekolah aku tidur siang. Karena disekolah tadi, pelajarannya membuat aku capek, menghitung terus dari awal sampai bel sekolah berbunyi. Adzan magrib berkumandang, aku bangun dan bergegas menuju kamar mandi. Sehabis mandi, Shalat jama’ah dengan Uum dengan biasanya. Usai sahalat, Uum nawarin aku buah, yang kemarin Rochmad kasih. Tapi aku tidak mau, karena itu merupakan pemberian Rochmad untuk Uminah kekasihnya. Tapi dia bilang,
“Udah kos! Makan aja. Itu juga buat aku dan aku juga nawarin kamu?” kata Uum. Apa boleh buat, aku mengambil buah apel, yang disuguhkan Uum.
“Manis juga, Um?” jawabku sambil mengunyah. Uum tersenyum.
Beberapa menit kemudian warungku buka. Sekitar pukul 18.45 sore. Dengan biasanya Uum dan Mbak Idah menjaga warung. Aku ikut saja. Dari pada bengong, mendingan bantuin jaga warung. Waktu sudah menunjukkan pukul 19.10. Aku melaksanakan Shalat Isya, tapi tidak berjama’ah dengan Uum. Karena dia sedang menjaga warung. Sehabis shalat, terdengar suara Mbak Idah memanggilku dari lantai bawah,
“Kos, kos! Ada Rochmad tuch!”
“Iya!!!” jawabku.
Bergegas aku turun dan menemui Rochmad yang saat itu memakai jaket.
“Kos, main yuk!” Tanya Rochmad. “Tapi gue mau jaga warung? Sama Rahman aje mainnya?” jawabku.
“Ya, udah main dirumah lo aje?”
“Ya, udah?” jawabku dengan nada yang pelan. Aku dan Rochmad naik keatas dan menuju kamarku.
Rochmad duduk diatas kasur. Secara tidak sengaja, kepala Rochmad kepentok ranjang tempat tidurku.
“Auuuuh!”
“Hahahaha! Kebiasaan lo mad? Kalo duduk dikasur gue selalu kepentok? Makanya jadi orang jangan tinggi-tinggi” kataku sambil garuk-garuk kepala. Lalu dengan biasanya Rochmad tertawa tersipu malu. Keheninggan pun terjadi. Sesaat kemudian, Rochmad cerita.
“Kos, kayaknya gue pengen kerja deh!” kata Rochmad dengan nada pelan.
“Haaa! Kerja? Mau ngapain?” jawabku. Tidak kusangka Rochmad berpikiran seperti itu.
“Ya? Cuma mau cari pengalaman aje?”
“Gue juga pernah kerja ditempat buka tutup kendaraan? Sama Kiki? Tapi dulu, sewaktu masih SD?” katanya dengan raut wajah dan ekspresi yang aneh.
“Iya? Gue sih, nggak mau ngelarang lo! Tapi lo kan masih sekolah? Lagi pula ngapain coba? Kerja emangnya nggak sulit?” Jawabku menasihati Rochmad. Yang tingkah lakunya, semakin aneh.
“Apa jangan-jangan lo? Mau kayak Uum? Tapi kan beda?”
“Gue juga tahu, Kos? Tapi gue rela kok mau kerja apa aja? Yang penting halal?” jawabnya.
“Lo mau kerja apaan?” tanyaku lagi.
“Apa aja, deh! Lo mau kan bantuin gue?”
“Gue sih, Mad! Mau-mau aja? Tapi lo kerja apa?” jawabku dengan nada rendah tapi meninggi.
“Sssst!!! Jangan keras-keras, Kos? Entar kalo Uum tahu gimana?” Kata Rochmad yang raut wajahnya ketakutan.
“Kalo kerja sih, Kos! Gampang? Jadi Tukang Parkir, juga nggak apa-apa?”
“Haaaaaa!!! Gila lo, Mad! Masa Tukang Parkir? Apa gue nggak salah denger nih, telinga?” Jawabku dengan perasaan tertegun mendengar penuturan Rochmad yang ingin bekerja jadi Tukang Parkir.
“Kan, yang penting halal? Nggak nyolong gitu?” Kata Rochmad dengan mengangkat alisnya.
Sejenak ku berdiam. Tidak kusangka akan terjadi seperti ini. Lalu aku bicara.
“Rochmad? Medingan nggak usah pikiran yang macam-macam deh! Lagi pula, kalo Orangtua lo tahu gimana? Lo mau dimarahin abis-abisan? Sama Bapak lo?” Tanyaku.
“Gue juga tahu? Waktu gue kerja sama Kiki aje, gue ketahuan sama Kakak gue? Trus gue dimarahin sama Orangtua gue.”
“Nah!!! Tuh lo tahu? Kalo ketahuan lagi gimana?” Tanyaku lagi.
“Ya? Lo-nya jangan bilang-bilang sama Orangtua gue? Apalagi cerita sama Uum?”
Dan akhir curhat terhenti. Waktu menunjukkan pukul 21.30. Rochmad pun pamit pulang. Segera Aku bilang sama Uum.
“Um, kamu tolong nasihatin Rochmad? Masa dia mau kerja?” tanyaku
“Haaaaa! Kerja?” jawab Mbak Idah yang saat itu sedang memutar VCD. Uum pun hanya bisa diam, dan terkejut saat aku bilang Rochmad mau kerja.
“Iya, Um? Kamu bilang kek? Sama sih Rochmad? Masa dia berpikiran mau kerja. Emangnya mau kerja apaan, Kos?” Tanya Mbak Idah yang pada saat itu sedang minum air.
“Emm…mm.. tukang parker, Mbak idah!” jawabku sambil menutup mulutku dengan jari telunjukku.
“Haaaaa! TUKANG PARKIR?” terdengar suara Mbak Idah yang begitu terkejut mendengar penuturan ceritaku.
“Hahahahaha! Kos! Kamu nggak bercandakan?” Tanya Mbak Idah.
“Ya ampun? Ngapain juga bohong? Wong Rochmadnya sing Ngomong karo Reang.” Jawabku dengan gaya bahasa Jawa Cirebon. Lalu semua menjadi terpaku atas ceritaku. Uum pun demikian. Dia hanya meratapi dalam hatinya. Mungkin dia berpikir, “Masa Omad berpikiran seperti itu?”
Tidak terasa malam sudah larut. Mbak Idah yang dari tadi ingin mendengarkan lagu, tidak bersuara-suara. Sampai lelucon pun terlempar.
“Um, kamu kasih tahu napa? Masa dia mau jadi Tukang Parkir? Kalo Rochmad jadi Tukang Parkir, trus kamu apa, Um?” Berkata Mbak Idah yang berdiri di bangku dan sedang memutar VCD.
“Aku sih, Pemulung?” Jawab Uum. Lalu Mbak Idah Tertawa Terbahak-bahak dan aku pun juga ikut-ikutan.
“Hahahaha….Emmmmm….! Masa pemulung. Kien sih, ora waras kabeh! Rochmad Tukang Parkir. Dan Uumnya Pemulung, parahan Uum, daripada Rochmad. Kalo Uum Pemulung, kitae kuh! Pengemis? Hahahaha. Oos kuh, Banci Tralala Trilili? Hahahaha?” Kata Mbak Idah yang dari tadi tidak henti-hentinya tertawa.
“Trus Rachmannya, Tukang pejet. Sing enggo kacamata ireng kah! Trus kuh! Gawa tongkat, karo kaleng sing ana recehane gah!hahaha.” Jawabku dengan terburu-buru dan tertawa.
“Gawe lague mengkenen je, Kos? Aku tak mau, kiri-kiri, aku jadi pemulung. Hahahaha!!!” kata Mbak Idah. Dan bukannya dibantuin nasihatin, malah diejek nggak bener. Tapi yang penting Uum harus nasihatin Rochmad? Biar nggak kelewatan. Dan Kami pun tertawa dimalam yang sunyi ini. Sampai-sampai Mbak Idah Joget-joget pantat dan membawa kaleng Rokok di masukan uang koin. “Klontang-klontang.”
***
Semenjak kejadian Rochmad ingin jadi Tukang Parkir. Rochmad marah sama Aku. Dia bilang hanya bercanda, dan Aku harus minta maaf sama Uum. Dan bulan Desember ini, Aku akan melaksanakan ujian semester 1. dan akan ada yang pergi dibulan ini. Ujiannya dilaksanakan pada hari Senin tanggal 10 Desember.
Di saat ujian semester 1 hampir tiba, kami pada tanggal 9 Desember, berenang di Sinabung, sebelum Blok M. yang merencanakan ini Aku dan Rachman. Di hari itu pun hari yang cerah dan tidak terasa panas. Aku menjeput Rachman dirumahnya. Dan beralih ke rumah Rochmad. Tapi, disaat kami memanggil Rochmad, dianya sedang disuruh oleh Orangtuanya ke pasar dan terpaksa kami menunggu selama 1 jam setengah. Beberapa menit kemudian, Rochmad datang dengan kaos berwarna hijau tua. Dan Aku memanggilnya,
“Omad! Jadi nggak renangnya?” tanyaku. Lalu Rochmad hanya mengangguk kepala, pertanda dia setuju. Setelah itu, Rochmad menyuruh Aku dan Rachman masuk ke dalam rumahnya. Dia sedang merapikan baju, dan memasukkannya ke dalam tas slempangnya yang berwarna biru, yang sudah usam. Sehabis itu, Rochmad berpamitan dengan kedua Orangtuanya dan meminta uang untuk Ongkos pulang-pergi. Rachman yang pada saat itu hanya bisa diam, akhirnya bicara.
“Kos, lo bawa handuk, nggak?” Tanya Rachman yang sedang merogo tasnya.
“Oh, ya? Gue lupa bawa? Trus kantong plastic juga nggak bawa? Oh my God……!” Jawabku dengan nada meninggi.
“Kalo lo, Mad? Bawa handuk?” Tanyaku.
“Bawa? Kenapa?” jawabnya.
“Aaaah! Sial banget sih? Gue hari ini?” Jawabku di dalam hati.
Lalu kami sampai di depan Batu Besar yang bertuliskan, “TPU Karet Bivak”. Dan cuaca berubah menjadi panas, hingga menusuk kulit. Sejam kemudian, Kopaja jurusan Blok-M-Tanah Abang, dengan Nomor 608, tiba. Dan kami lekas naik dituntun oleh kenek Kopaja tersebut. Lalu kenek tersebut, minta uang transport, dan Rachman pun menyerahkannya. Rochmad duduk paling pinggir dan aku disamping Rochmad. Sedangkan Rachman duduk dipaling depan dekat pintu masuk Bus. Bus terus saja….. (to be continued)
Tunggu cerita tentang diriku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar dengan Kata-kata yang baik dan benar, jangan menggunakan kata-kata kasar maupun melecehkan lain pihak.
Hormat Kami,
Admin